(0362)21342
disparbuleleng@yahoo.com
Dinas Pariwisata

Warga di Banjar Lakukan Tradisi Nyakan Diwang, Warga Panji Gelar Megoak-goakan

Admin dispar | 14 Maret 2013 | 1505 kali

Selain ogoh-ogoh dan ngoncang, Buleleng memiliki tradisi unik usai pelaksanaan Catur Berata Penyepian diantaranya tradisi nyakan diwang (masak di jalan, red) yang dilakukan warga di Kecamatan Banjar dan Megoak-goakan yang digelar masyarakat di Desa Panji Kecamatan Sukasada.


Banjar,Tradisi nyakan diwang (masak diluar rumah) yang dilakukan di hari pertama usai pelaksanaan Catur Berata Penyepian, Rabu (13/3/2013) oleh warga di Kecamatan Banjar, seperti terlihat di Desa Banjar yang oleh masyarakat setempat diyakini menumbuhkan rasa kekerabatan dan persatuan antara warga satu dengan yang lainnya. Yang menarik dalam Tradisi Nyakan Diwang, saling mengunjungi anatara dapur satu dengan dapur yang lainnya sehingga hal tersebut tentunya menambah kekerabatan dan rasa persaudaraan yang sangat kental.

Kelian Adat Dusun Melanting, Ida Kade Ngurah mengatakan dalam pelaksanaan kegiatan nyakan diwang merupakan tradisi yang setiap tahun dilakukan oleh masyarakat yang ada di Desa Banjar, dimana dalam kegiatan tersebut membawa makna dan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang ada.

”Tentu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut membawa makna dan pengertian bagi masyakat yang ada di Desa Banjar seprti halnya dengan adanya pelaksanaan tersebut sebagai alat memupuk kekerabatan serta tali persahabatan antara satu dengan yang lainnya bahkan dengan adanya kegiatan tersebut juga dipandang untuk menyepikan dapur yang ada di masing-masing keluarga sehingga kekotoran jauh dari keluarga dan kebahagian keluarga kecil dapat terjaga melalui nyakan diwang,” papar Ida Kade Ngurah.

Sementara di Desa Panji, para pemuda desa ramai-ramai turun ke Lapangan Ki Barak Panji Sakti dan Monumen Bhuana Kerta. Mereka melakukan ritual megoak-goakan yang diwariskan oleh Ki Barak Panji Sakti, ratusan tahun yang lalu. Permainan tradisional yang biasanya dilakukan pada saat amati geni itu, kini dilaksanakan pada saat ngembak geni. Warga Desa Panji pun tumpah ruah di sekeliling lapangan yang sengaja dibuat becek itu untuk menyaksikan ritual tersebut. Permainan lebih seru di Monumen Bhuana Kerta. Lapangan sepak bola antar kampung disulap menjadi kolam lumpur dadakan. Anak-anak dan pemuda pun menggunakan kesempatan itu untuk bermain goak-goakan.

Tokoh Adat Desa Panji, Jro Mangku Gede Nyoman Teka menjelaskan, ritual megoak-goakan itu merupakan ritual yang diwariskan turun-temurun, menjelang Ki Barak Panji Sakti menyerang Blambangan. Ritual itu belum pernah terputus sampai saat ini, karena warga adat tidak berani mengesampingkan acara ini.

“Dari generasi ke generasi ini harus tetap ada, kami tidak berani tidak menggelar ini. Dulu dilaksanakan saat amati geni, tapi pemerintah memutuskan tidak boleh keluar rumah saat itu. Maka kami pindah ke ngembak geni. Kalau hal semacam ini dibuatkan festival, bagus juga karena banyak menyedot perhatian penonton,” ujar Mangku Teka.

Hingga saat ini, kedua tradisi tersebut masih dilakukan secara rutin setiap usai pelaksanaan Hari Raya Nyepi, bahkan telah menjadi agenda rutin setiap tahun bagi masyarakat di Buleleng untuk menyaksikan tradisi yang dilakukan sejak turun temurun tersebut.  (bim)



Oleh : kabarbuleleng.com