Secara harfiah “ Pura Meduwe Karang ” dapat di terjemahkan sebagai “ Pura Pemilik Lahan ” Sesuai dengan namanya, pura ini merupakan tempat memohon kesuburan agar tanaman di tegalan tumbuh dengan subur . Lahan di kawasan Kubutambahan memang didominasi oleh tegalan untuk bertanam kelapa , kopi , atau jeruk . Tanaman semusim yang biasa di budidayakan di sini adalah ubi kayu dan jagung . Pura Meduwe Karang ini terletak di Desa Kubutambahan , Kecamatan Kubutambahan , sekitar 12 kilometer dari kota Singaraja , lebih kurang satu kilometer dari pertigaan Singaraja , Kubutambahan dan Kintamani. Berdasarkan asal usul sejarah Pura Meduwe Karang , yang bersumber dari hasil studi dan penelitian sejarah Pura – Pura di Bali tahun 1981 / 1982 oleh pemerintah daerah Bali yang bekerjasama dengan Institut Hindhu Dharma (IHD) Denpasar , Pura Meduwe Karang di bangun pada abad ke 19 Masehi , tepatnya pada tahun 1890 oleh para migrasi lokal , yang berasal dari Desa Bulian, sebuah Desa Bali Kuno , yang bermigrasi ke lokasi Desa Kubutambahan . Lingkungan Pura Meduwe Karang adalah salah satu lingkungan Pura di Bali yang telah dikenal wisatawan mancanegara sebelum Perang Dunia Kedua . Di Jaman itu wisatawan mancanegara datang ke Bali melalui laut di Pelabuhan Buleleng . Di tempat ini sambil menunggu angkutan umum para wisatawan mempergunakan waktu untuk mengunjungi Lingkungan Pura Beji di Desa Sangsit , dan Lingkungan Pura Meduwe Karang di Desa Kubutambahan . Tata letak dan arsitektural pura ini khas Bali Utara . Gugusan tangga , areal yang luas dan lapang , detil ornamen serta deretan patung-patungnya , sulit ditemukan pada pura-pura di daerah Bali Selatan . Lingkungan Pura ini terdiri dari tiga tingkat yaitu Jaba Pura di luar lingkungan pura atau Jabaan , Jaba Tengah , dan Jeroan , bagian paling dalam adalah yang paling disucikan . Dua buah tangga batu menanjak menuju Jaba Pura , yang di bagian depannya dihiasi patung – patung batu padas , tiga puluh empat jumlahnya yang diambil dari tokoh – tokoh dan adegan – adegan ceritera Ramayana . Jika diperhatikan dari kejauhan , susunan batu padas dari dasar hingga puncak padmasana , tampak seperti susunan pyramid . Ada lagi hal lain yang unik di pura ini . Pada dindning sebelah utara terdapat ukiran setinggi satu meter yang melukiskan seorang pegawai Pemerintah Belanda tengah mengendarai sepeda dari tumbuhan . Beberapa catatan mengatakan bahwa ukiran ini merupakan hasil reproduksi dari ukiran yang dibuat pada tahun 1904 yang sempat hancur akibat gempa bumi . Konon pengendara sepeda dalam ukiran tersebut adalah W . O . J . Nieuwenkamp , pelukis Belanda yang terkenal pada saat itu yang berkeliling Bali dengan mengendarai sepeda pada awal tahun 1900 an . Nieuwenkamp selalu melukiskan tempat – tempat yang sempat ia kunjungi . Pada saat restorasi ( perbaikan ukiran ) , bentuk sepeda diubah menjadi sepeda dengan roda berbentuk bunga teratai , Nieuwenkamp diubah menjadi mengenakan kamen / kain dan ditambahkan dengan pattern tumbuhan dan bunga-bunga sebagai latar belakang . Di antara kaki dan roda sepeda terdapat sosok anjing dan tikus , kumis tebal Nieuwenkamp dan inisialnya sudah tidak ada lagi .
Sumber : https://wisatabuleleng.wordpress.com/objek-wisata/pura-meduwe-karang/