(0362)21342
disparbuleleng@yahoo.com
Dinas Pariwisata

KELENTENG LING GWAN KIONG - EKSISTENSI UMAT TRIDHARMA (T.I.T.D) DI BULELENG

Admin dispar | 25 Agustus 2014 | 4974 kali

Tempat Ibadat Tridharma (T.I.T.D) atau Kelenteng Ling Yuan Gong berada di Eks. Pelabuhan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Tempat ibadat ini didirikan pada tahun 1873 Masehi oleh Dinasti Qing. Hal ini diketahui berdasarkan dari prasasti yang terpasang di dalam kelenteng yang terletak di atas  patung utama Yang Mulia Toa Kong Co Tan hu Cin Jin bertuliskan Tan Hu Cin Jin dalam aksara Tionghoa. Di patung tersebut dituliskan tahun pendirian kelenteng yaitu pada tahun Tong Zhi ke 12. Kelenteng Ling Yuan Gong atau yang dalam bahasa Hokkiannya disebut Ling Gwan Kiong yang mempunyai arti: Ling berarti sakti, Yuan (Gwan) berarti Sumber dan Gong (Kiong) yang berarti Istana. Jadi, arti dari Kelenteng Ling Yuan Gong atau Ling Gwan Kiong adalah Istana Sumber Sakti. 
 
Dewa pujaan yang utama dipuja di Kelenteng Ling Gwan Kiong, yaitu Dewa Tan Hu Cin Jin (Chen Fu Zhen Ren) yang berarti orang sakti dari marga Tan atau Chen. Di Kelenteng Ling Gwan Kiong, penyebutan kita terhadap Beliau adalah Toa Kong Co. Toa berarti besar atau tertua, Kong berarti masyarakat dan Co berarti leluhur. Jadi, secara keseluruhan Toa Kong Co berarti leluhur masyarakat yang tertua. Konon, menurut legenda yang beredar di masyarakat, Beliau selalu didampingi oleh dua orang Patih yaitu Ji (kedua) Kong Co yang berwujud seekor Buaya dan Sha (ketiga) Kong Co yang berwujud seekor harimau. Beliau mencapai tingkat Kedewaan diantara pulau Bali dan Daerah Jawa Timur sehingga kelenteng – kelenteng yang dewa pujaan utamanya Tan Hu Cin Jin hanya berada di Singaraja, Lombok, Negara (baru bertahta pada tanggal 22 Februari 2014), Kuta (Kabupaten Badung), Banyuwangi, Rogojampi, Besuki dan Probolinggo. 
 
Adapun perayaan yang diadakan di Kelenteng Ling Gwan Kiong yaitu Perayaan Hari Raya Rebutan (Zhong Yuan Jie). Hari raya Rebutan (Zhong Yuan Jie) adalah hari raya keagamaan dari agama Tao dan Buddha yang dirayakan setiap tahun pada tanggal 15 bulan 7 Imlek oleh masyarakat Tionghoa yang menganut kedua agama tersebut. Dalam agama Buddha, hari raya ini disebut Ulambana, sedangkan agama Tao menyebutnya Zhong Yuan. Ada juga yang menyebutnya sebagai Hari Raya Setan. Di dalam agama Tao terdapat 3 dewa besar yang disebut San Guan Da Di yang terdiri dari Tian Guan (dewa penguasa langit) sebagai dewa pemberi berkah/rejeki, Di Guan (dewa penguasa bumi) sebagai dewa pemberi pengampunan. Shui Guan (dewa penguasa air) sebagai dewa pembasmi malapetaka/penyakit.
 
Hari raya Rebutan (Zhong Yuan Jie) sebenarnya merupakan perayaan atas hari kelahiran dari Dewa Di Guan pada tanggal 15 bulan 7 Imlek yang dipercaya oleh masyarakat sebagai Dewa Pemberi Pengampunan terhadap dosa-dosa dari semua makhluk yang berdosa. Masyarakat percaya bahwa dewa Di Guan memberikan arwah-arwah  di neraka untuk turun ke alam manusia dan menikmati sajian yang telah disajikan oleh keluarga (bagi arwah yang memiliki keluarga) ataupun pihak kelenteng (bagi arwah yang tidak memiliki keluarga). Disebut sebagai hari raya Rebutan dikarenakan bahwa arwah-arwah tersebut akan berpesta pora dan saling berebut makanan dan minuman, sehingga dengan terpenuhinya keinginan dan harapan mereka akan makanan serta minuman maka arwah tersebut diyakini tidak akan mengganggu rumah-rumah penduduk dan memberikan rasa aman kepada kita.
 
Di dalam penyelenggaraannya, Ulambana dan Zhong Yuan mempunyai maksud dan tujuan yang sama, yaitu memberikan persembahan kepada arwah leluhur yang telah meninggal. Namun, terdapat sedikit perbedaan antara Ulambana dan Zhong Yuan. Jika persembahan penyajian suguhan pada upacara Ulambana (Upacara Pelimpahan Jasa) bertuliskan nama dari leluhur si penyaji, sedangkan persembahan penyajian suguhan pada upacara Zhong Yuan bertuliskan nama dari nama si penyaji.
 
Kelenteng Ling Yuang Gong atau yang lebih dikenal Kelenteng Ling Gwan Kiong merupakan salah satu tempat ibadat yang sangat dikeramatkan oleh masyarakat Tionghoa di Kabupaten Buleleng, bahkan pada jaman penjajahan Jepang tahun 1940-an, kelenteng ini juga sangat dihormati oleh tentara Jepang. Hal ini dibuktikan pada tanggal 1 Juni 1945 saat pasukan Sekutu melakukan penyerbuan terhadap tentara Jepang. Beberapa torpedo yang ditembakkan oleh tentara Sekutu tidak ada satupun yang mengenai Kelenteng Ling Gwan Kiong, padahal bangunan gudang yang berada di depan kelenteng hancur tertembak dan sebuah torpedo yang kandas serta tidak meledak di muara sungai yang berada di dekat Kelenteng.
 
Sejak dibangun 139 tahun yang lalu, Kelenteng Ling Gwan Kiong pernah dipugar besar-besaran satu kali yaitu pada tahun 1970 dimana biaya pemugaran saat itu dan perawatan selama ini berasal dari sumbangan para umat Tridharma setempat dan masyarakat Tionghoa nyang berasal dari Singaraja dan berada dirantau seperti Denpasar, Surabaya, Jakarta dan kota-kota lainnya. Pada tahun 2000, Bapak Bupati saat itu memberikan ijin untuk mengelola tanah di depan kelenteng yang kemudian dibangun gapura (pintu gerbang dan taman. Dengan adanya gapura dan pertamanan ini menambah banyak keindahan lingkungan dan pemandangan Eks. Pelabuhan Buleleng. Kini, Kelenteng Ling Gwan Kiong selain menjadi tempat ibadat, Kelenteng ini juga merupakan salah satu obyek wisata penting di Kabupaten Buleleng, Bali Utara yang selalu dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Download disini