Selonding Kuno Bertuah Dipulangkan ke Bengkala Setelah Sempat Dibawa Kabur Ke Kutai Timur
Admin dispar | 25 November 2016 | 484 kali
Gambar - Peneliti dari Balai Arkeolog Denpasar melakukan penelitian terhadap selonding kuno yang sempat dibawa kabur ke Kutai timur, Kalimantan |Foto : Putu Nugraha Hardiyanta|
koranbuleleng.com | Tinggalan sejarah berwujud kepingan selonding yang terbuat dari perunggu akhirnya berhasil dipulangkan. Artefak sejarah asal Desa Bengkala tersebut sempat puluhan tahun hijrah di provinsi Kalimantan Timur. Benda sejarah itu memiliki ukuran relatif besar, dengan panjang mencapai 30,5 centimeter dan lebar tiga centimeter serta ketebalan sekitar empat milimeter. Kembalinya peninggalan sejarah berupa selonding ini pun semakin menguatkan bahwa Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan merupakan pusat peninggalan sejarah di Kabupaten Buleleng.
Dari beberapa keterangan masyarakat yang berhasil dihimpun koranbuleleng.com di lokasi, Konon artefak itu pertama kali ditemukan pada tahun 1985 silam di Lapangan Umum Desa Bengkala. Saat itu pihak desa dinas dan desa adat sepakat membuat fasilitas masyarakat berupa lapangan umum dengan meminta bantuan kepada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) melalui program ABRI Masuk Desa (AMD) di Desa Bengkala kala itu.
Ketika gotong-royong berlangsung, salah seorang warga setempat bernama Mangku Sudarsana tanpa sengaja menemukan sebuah bilah selonding yang kemudian ia simpan dalam waktu yang lama. Ketika itu, tak banyak warga yang tahu bahwa Mangku Sudarsana mendapatkan peninggalan sejarah kuno tersebut.
Kemudian, pada tahun 1989 Mangku Sudarsana mendaftarkan diri sebagai peserta transmigrasi ke Desa Bumi Rapak, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Hingga tinggalan sejarah itu pun ikut rarud (terbawa) ke tanah Borneo.
“Setelah berada di tanah rantau, Mangku Sudarsana kemudian bercerita banyak ke sejumlah warga. Dirinya mengaku membawa sebuah peninggalan bertuah yang tak sengaja ditemukan di lapangan Desa Bengkala. Kabar itu sontak membuat geram warga transmigrasi asal desa kami, dan kabar itu akhirnya disampaikan kepada kami di Bali. Bahkan benda itu sempat digunakan sebagai sarana pengobatan,” ungkap Kepala Desa Bengkala, I Made Arpana, yang ditemui di Pura Desa Bengkala, Jumat, 25 Nopember 2016.
Kelian Desa Pakraman Bengkala Jro Nyarikan Nyoman Sasi menjelaskan dirinya mendengar kabar bahwa Mangku Sudarsana telah menjadi dukun kesohor di tanah rantau dengan berbekal kepingan selonding. Konon selonding itu cukup bertuah ketika dibawa oleh Mangku Sudarsana. Namun hal itu tak berlangsung lama, Ia meninggal dan menitipkan sebuah pesan kepada anaknya agar mengembalikan tinggalan sejarah itu ke Bengkala.
Berdasarkan hasil kesepakatan paruman, kemudian pihak desa adat berinisiatif melakukan penjemputan terhadap benda peninggalan sejarah yang dilakukan pada 26 Agustus lalu. Proses pemulangan dan kelengkapan dokumen pun sempat melalui proses berbelit-belit. Akhirnya bilah selonding itu sampai di Desa Bengkala dan disimpan di tempat yang dirahasiakan.
“Bukan perkara mudah menjemput bilah selonding ini ke Kalimantan Timur, para prajuru adat bahkan sempat diajak kucing-kucingan oleh Sudarsana (anak dari Mangku Sudarsana). Pemegang peninggalan sejarah itu minta tebusan, bahkan sempat terjadi hal-hal mistis. Belum lagi proses pemulangan berbelit-belit. Namun akhirnya bilah selonding bisa sampai di Desa Bengkala. Sayangnya dalam kondisi tidak utuh, tulisannya sudah memudar mungkin karena digosok dengan amplas, dulunya kan digunakan sebagai sarana pengobatan, seperti cerita beberapa warga kami yang ada di rantau,” pungkasnya.
Tim dari Balai Arkeologi Denpasar membaca beberapa aksara yang tertulis di selondingitu. Pembacaan itu dilakukan oleh tim Balai Arkeologi Denpasar, di Pura Desa Bengkala. Sebelum memulai proses pembacaan, Kelian Desa Pakraman Bengkala Jro Nyarikan Nyoman Sasi, melakukan serangkaian acara ritual untuk memohon kerahayuan.
Peneliti dari Balai Arkeologi Denpasar, I Gusti Made Suarbhawa yang juga Kepala Balai Arkeologi dan Nyoman Sunarya peneliti utama di Balai Arkeologi menyatakan pada salah satu sisi, terdapat beberapa ukiran yang muncul.
Tidak mudah melakukan pembacaan. Peneliti harus mengoleskan bedak bayi serta jeruk nipis, dan membacanya di bawah terik matahari. Itu pun tak optimal, karena aksara sudah sengaja dikikir hingga tak bisa terbaca lagi.
Dari hasil pembacaan sementara, hanya diketahui ada kata “singhala”. Selain itu ada beberapa aksara lain seperti aksara “a” dan aksara “ny”. Kesemuanya ditulis dalam aksara jawa kuna. Diduga bilah selonding itu merupakan simbol atau sarana pengangkatan sumpah pada masa Kerajaan Bengkala yang dipimpin Raja Jaya Pangus.
“Biasanya ini digunakan dalam rangkaian upacara mengangkat sumpah. Bisa saja bentuknya berupa cincin emas sebagai simbol angkat sumpah. Angkat sumpah itu bisa wujud kesetiaan, atau mungkin untuk menetapkan sesuatu. Ini belum bisa kami simpulkan lebih jauh. Bisa jadi ini simbol sumpah, atau mungkin sarana mengangkat sumpah,” jelas Kepala Balai Arkeologi Denpasar I Gusti Made Suarbawa.
Pihak Balai Arkeologi memastikan jika bilah selonding itu berasal dari abad ke-12 dan menggunakan aksara Jawa Kuna. Rencananya Balai Arkeologi akan mempelajari bilah itu lebih jauh, setelah melakukan dokumentasi-dokumentasi lebih lanjut. Saat ini bilah selonding itu disakralkan oleh masyarakat, dan hanya akan dikeluarkan saat upacara tumpek landep atau peringatan hari jadi Desa Bengkala. |NH|
Download disini