Terlebih, selama gelaran Bulfest nanti, pedagang tidak mengeluarkan biaya untuk menyewa tempat atau stan. Apalagi, panitia telah menyiapkan stan khusus zone kuliner, sehingga pedagang tinggal berjualan saja. Tak pelak situasi ini membuat pedagang yang sudah mendaftar mencapai 46 orang. Bahkan, panitia terpaksa menutup pendaftaran pedagang kuliner karena lokasi stan yang sudah terisi penuh.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) selaku Ketua Pantiia Bulfest III Tahun 2015, Gede Suyasa mengatakan, jumlah pedagang kuliner yang sudah mendaftar ini meningkat dua kali lipat dibandingkan pegelaran Bulfest II Tahun 2014 lalu. Saat itu panitia hanya menerima 28 orang pedagang.
”Kalau kami kalkulasi, terjadi adanya peningkatan dua kalilipat dibandingkan tahun lalu. Kami sudah tutup pendaftaran untuk pedagang kuliner, karena tempat yang tidak memungkinkan,” katanya di Singaraja, Sabtu (01/08).
Mantan Kepala Bappeda Buleleng ini mengungkapkan, peningkatan pedagang kuliner asli Buleleng ini menunjukkan bagaimana event tahunan yang menjadi gagasan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana (PAS) menjadi sebuah kesempatan bagi masyarakat lokal untuk memasarkan aneka masakan tradisional kepada masyarakat luas.
Selain itu, lanjut Suyasa yang sampai ini dekat dengan awak media sejak menjadi Kabag Humas & Protokol Setkab Buleleng ini, peningkatan jumlah pedagang kuliner ini menunjukkan kalau Buleleng begitu kaya dengan jenis kuliner tradisional. Tentu saja kekayaan dalam masakan tradisional ini perlu diperkenalkan dan pada akhirnya nanti bisa dikembangkan menjadi usaha mandiri yang bisa menambah perekonomian masyarakat di Bali Utara.
Tidak hanya pedagang kuliner, Panitia Bulfest juga mengajak serta secara langsung para pengerajin, termasuk rintisan usaha oleh anak-anak muda di Buleleng untuk memanfaatkan momen Bulfest untuk memasarkan produk mereka masing-masing. Keinginan para pelaku usaha mikro kecil dan menegah (UMKM) untuk memasarkan produk mereka dalam event Bulfest, karena event ini menjadi sarana untuk promosi dalam rangka meningkatkan pasar terhadap produk UMKM di Bali Utara.
”Nanti untuk stan produk UMKM ini akan dibuatkan pada zone khusus dan pelaku UMKM memanfatkan Bulfest ini menjadi sarana perluasan akses pasar terhadap produk mereka,” imbuhnya.
Sebagai bahan evaluasi khusus untuk stan kuliner dan UMKM, lanjut Suyasa, panitia bersama dinas tekins terkait akan melakukan perhitungan transaksi sejak pembukaan hingga penutupan Bulfest. Perhitungan transaksi ini penting untuk mengukur sejauh manfaat yang diterima oleh pedagang kuliner maupun pelaku UMKM yang telah membuka akses pasar dan promosi terhadap produk mereka melalui ajang Bulfest.
Sementara itu, sesuai dengan tema diusung dalam Bulfest III “Gurnitaing Den Bukit” yang artinya Gemuruhnya Seni Den Bukit pada acara pembukaannya, pada tanggl 4 Agustus nanti, akan ditampilkan gong kebyar secara massal. Disbudpar Kabupaten Buleleng, merancang 20 sekaa gong kebyar yang tampil dalam pembukaan. Artinya, 20 sekaa gong kebyar itu akan tampil bersamaan atau mebarung. "Setiap sekaa juga akan membawakan tari teruna jaya. Semuanya tampil bersamaan," jelas Suyasa.
Menurut Suyasa, Gong Kebyar dan Tari Teruna Jaya sengaja dipilih, sebagai representasi kesenian khas Kabupaten Buleleng. Kedua kesenian itu diketahui diciptakan seniman asal Bali Utara, I Gde Manik asal Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Seluruh sekaa gong juga harus menyiapkan penari, selain yang membawakan Tari Teruna Jaya, juga Tari Wiranjaya. Tari Teruna Jaya mewakili tari kebanggan masyarakat Buleleng Timur, sementara Tari Wiranjaya mewakili ikon tari masyarakat Buleleng Barat.
Suyasa menjelaskan dalam pembukaan Bulfest 2015 nanti, puluhan sekaa gong itu akan tampil di sepanjang Jalan Ngurah Rai. Puluhan sekaa gong tampil berderet di sepanjang jalan utama di Kota Singaraja itu.
"Kurang lebih mereka akan tampil di Jalan Ngurah Rai sepanjang kurang lebih 300 meter. Masing-masing sekaa gong kami tempatkan pada sebuah panggung khusus. Satu panggung panjangnya sampai 15 meter,” jelasnya.
Selain gemuruhnya suara gamelan dari 20 sekaa gong kebyar mengiringi tarian khas Buleleng itu, di belakang Tugu Singa Ambara Raja tidak kalah serunya dari sepuluh sekaa ngoncang. (DN~TiR).