Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng bekerja sama dengan Konsulat Jendral Tiongkok Mr. Gou Haodong bersama Ibu Mrs. San Li Hua dalam pementasan kolaborasi seni Tari Barong Tet dan Barong Sai kegiatan dibuka oleh Mr Gou Haodong dan Bupati Buleleng dengan di tandai pemukulan Gong di Gedung Kesenian Gde Manik, Rabu (20/2).
Nampak hadir Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana,ST bersama Istri I Gusti Ayu Aries Sujati, Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra, Sp.OG dan kepala Dinas Kebudayaan Gede Komang M,Si, Kepala OPD Se-Kabupaten Buleleng. Nampak hadir pula Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Ir. Nyoman Sutrisna, MM bersama Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng I Made Sudama Diana S.Sos, MM beserta seluruh staf.
Pertunjukan ini bertujuan untuk saling mengenalkan kesenian pada masing-masing masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Buleleng dan Tiongkok bahwa Buleleng dan Tiongkok memiliki beragam kearifan lokal, Pementasan seni budaya ini juga merupakan sebagai sarana untuk memupuk persahabatan antar masyarakat Buleleng dan Masyarakat Tiongkok, sekaligus promosi pariwisata yang ada di Buleleng kepada masyarakat di RRT, meningkatkan pemahaman sejarah dan budaya antara China dan Indonesia khusunya Buleleng.
Konsep keseimbangan ini terwujudkan dalam pagelaran kolaborasi antara Barong Ket dan Barong Sai. Barong Ket dan Barong Sai melambangkan dua hal yang berbeda yang pada hakikatnya berdampingan.
Berawal dari kisah ketika Raja Sri Jaya Pangus jatuh cinta. Konon, pada tahun 1181 Masehi, Raja Sri Jaya Pangus berkuasa di kerajaan Panarajon, bukit Penulisan, Kintamani, Bali. Suatu waktu, ia ingin mempersunting Kang Ching Wie. seorang putri cantik yang merupakan anak saudagar kaya dari Tiongkok yang sedang singgah di Bali. Pengaruh budaya Tionghoa juga tampak dalam beberapa tradisi keagamaan umat Hindu di Bali. Misalnya, penggunaan uang kepeng (uang dengan lubang di tengahnya sebagai sarana upacara agama) dan adanya Barong Landung yang merupakan simbol Raja Jaya Pangus dan Kang Ching Wie. Barong Landung berupa sepasang barong berwujud manusia yang bermakna sebagai pembawa kedamaian
Pasangan karakter yang berbeda satu sama lain tersebut dalam konsep Hindu dipandang harus berdampingan satu sama lain. Keduanya tidak saling menafikan atau meniadakan. Rwa bhineda mengajarkan dua hal yang bertolak belakang tersebut sesungguhnya saling menyeimbangkan satu sama lain agar kehidupan berja|an dengan harmonis. Karena itulah, masyarakat Bali memandang perbedaan bukan sebagai penghalang yang harus dihilangkan, tetapi dibuat menjadi saling selaras.