Singaraja, koranbuleleng.com | Potensi pariwisata berbasis adat budaya dan alam di Kecamatan Banjar, Buleleng, sebenarnya cukup beragam dan bisa dijadikan obyek pariwisata secara khusus. Pariwisata berbasis adat dan budaya ini, harus dipoles dengan sentuhan kreatifitas sehingga menambah nuansa makna.
Sekcam Banjar, Cok Aditya menjelaskan Pemerintah Kecamatan Banjar sedang berupaya untuk mewujudkan konsep destinasi wisata kreatif. Banyak hal yang bisa dikolaborasikan dalam penumbuhan wisata kreatif ini.
Semisal, Beberapa desa di Banjar mempunyai tradisi nyakan diwang saat Ngembak gni, sebagai rangkaian dari Nyepi. Dari sisi kultur, ini adalah tradisi warisan yang sangat indah dan menegaskan tentang sistem menyama braya. Saat Nyakan diwang juga dikolaborasikan dengan lomba kuliner khas desa seperti yang digelar di Banjar saat Nyepi tahun 2019.
“Ternyata kolaborasi seperti itu, sangat bagus dan menambah kenangan bagi warga. Ini tentu bisa dijadikan konsep wisata kreatif. Apa yang sudah ada, dipoles dengan agenda-agenda kreatifitas yang bisa menambah atraksi wisata,” kata Cok Aditya, dalam sebuah forum diskusi grup yang difasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan Banjar, dan Forum Komunikasi Desa Wisata (Fokom Dewi) Provinsi Bali, di Brahma Vihara Arama Desa Banjar, Senin 25 Nopember 2019.
Forum diskusi ini sebagai program diskusi warga yang dirancang untuk kedua kalinya. Setelah yang pertama membahas pada fokus ke pengelolaan masalah sampah, dan kali ini titik fokus ke konsep pariwisata, mengingat Kecamatan Banjar sedang giat-giatnya menunjukkan potensi desa wisatanya.
Sementara, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Nyoman Sutrisna mengatakan, destinasi Wisata kreatif sangat menarik dikolaborasikan dengan wisata yang ada di Desa Banjar. Harus ada desain desa kreatif.
“Misalnya prasasti tentang Puputan Banjar, dibuat narasinya bekerjasama dengan Dinas Pariwisata, atau Pariwisata Ritual ditambah dengan kerajinan-kerajinan yang ada di Desa Banjar. Lalu dibuatkan tempat khusus untuk menjual hasil dari kerajinan yang dihasilkan di Desa tersebut.” usul Sutrisna.
Sutrisna mengusulkan bilamana ada usaha ditiap-tiap desa sebaiknya di bawah naungan BUMdesa. “Agar jelas siapa berbuat apa dan siap yang nanti melakukan kreatifitas ditingkat desa dan kecamatan. yang terpenting adalah tetap melakukan pengembangan-pengembangan pariwisata dengan lokal jenius,” jelas Sutrisna.
Sementara, Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata Provinsi Bali I Made Mendra Astawa menejaskan Kecamatan Banjar didukung oleh banyak hal dalam bidang pariwisata, oleh karena itu disebut desa kreatif.
“Untuk memberi nilai tambah dari potensi wisata yang sudah ada, kita kolaborasi dengan meningkatkan industri cindera mata yang kuat untuk pariwisata. Karena cinderamata bagi wisatawan adalah suatu kenangan yang menandakan mereka pernah berkunjung ke suatu daerah wisata,” tutup Mendra Astawa.
Sementara itu, pengusaha akomodasi Indo Rumah Zengarden, Made Sutrawan beranggapan yang terpenting adalah pemerintah bisa menyosialisasikan program-program pariwisata yang sedang dibangun ke desa-desa dan pelaku pariwisata. “Sehingga semua seiring dan tidak berbenturan, karena beberapa agenda terkadang harus disesuaikan dengan kondisi di masing-masing desa,” terang Sutrwan yang juga berprofesi sebagai pengacara.
Namun dibalik itu, kata Sutrawan, menjaga lingkungan tetap asri harus menjadi prioritas agar pariwisata tetap bisa berkelanjutan. Lingkungan yang tidak bagus, entah jorok karena sampah, ataupun tumpukan plastik yang terlihat di destinasi wisata akan menjadi sorotan besar bagi para wisatawan.
“Pemerintah Kabupaten Buleleng, harus mengedepankan masukan dari bawah dan disampaikan kepada pengambil kebiajakan agar sampah ini bisa ditanggulangi secara baik. Sampah ini jadi masalah yang serius sekarang sehingga harus ditangani secara cepat. Selama ini, Buleleng bebas sampah plastik belum terdengar luas gaungnya sehingga plastik masih jadi masalah dimana-mana,” terangnya.
Terkait dengan atraksi wisata, seperti festival yang sering digelar oleh Pemkab Buleleng, Sutrawan juga meminta gaar atrkasiwisata sepertiitu digelar pada saat kunjungan low season, bukan pada high season. “Jangan gelar di musim kunjungan yang tinggi. Selain itu, konten dan promosi festivalnya juga harus mengena, jangan asal-asalan,” kritik Sutrawan. |NP|
Sumber : http://www.koranbuleleng.com/2019/11/25/menumbuhkan-wisata-kreatif-lingkungan-harus-tetap-terjaga/