(0362)21342
disparbuleleng@yahoo.com
Dinas Pariwisata

Dukung Nomadic Tourism, Kemenhub Siapkan Aturan Seaplane

Admin dispar | 26 Maret 2018 | 311 kali

PENGEMBANGAN nomadic tourism yang digaungkan saat Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata I/2018 di Bali direspons positif Kementerian Perhubungan.

Peran Kemenhub memang dibutuhkan. Pasalnya, moda transportasi di nomadic tourism berbeda, yaitu seaplane, helicity, dan live on board. Saat ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara tengah menyiapkan aturan untuk seaplane.

Aturan tersebut akan berisi tentang aerodrome (pelabuhan udara) pesawat amfibi atau seaplane, baik di pantai maupun di sungai. Juga mengenai jenis-jenis pesawat amfibi yang bisa beroperasi. Seaplane juga diharapkan bisa menjangkau destinasi di daerah-daerah terpencil.

"Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai garis pantai yang sangat panjang baik itu di pulau besar maupun pulau kecil. Selain itu kita juga punya sungai-sungai yang besar dan panjang," ujar Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Agus Santoso, Senin (26/3).

Menurutnya, zaman dulu, sungai dan laut menjadi sarana transportasi bagi penduduk di pulau-pulau kecil. Namun, hambatannya banyak seperti ombak di laut yang besar atau terjadi pendangkalan di sungai. Akibatnya, kapal tidak bisa berlayar.

"Untuk itu kita siapkan transportasi udara dengan pesawat amfibi ini yang lebih cepat dan sedikit hambatannya," sambungnya.

Menurut Agus, penyiapan aerodrome di perairan lebih murah jika dibandingkan dengan di darat. Selain itu, pencarian lokasinya juga relatif lebih mudah. Karena tidak banyak hambatan geografis daripada di daratan. Sedangkan di darat membutuhkan lahan datar yang luas, yang harus minim hambatan.

"Kita sedang siapkan regulasinya dengan mengacu pada Annex Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Terutama Annex 14 tentang Aerodromes serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 74/2013 tentang CASR 139 Aerodromes," terang Agus.

Dijelaskannya, peraturan baru ini akan berkaitan tentang tata cara operasional dan jenis-jenis pesawat amfibi yang bisa beroperasi. Peraturan ini juga harus diperhatikan pabrik pembuat pesawat, seperti PT Dirgantara Indonesia. Sebab, PT DI berkeinginan melengkapi pesawat N219 dengan perlengkapan amfibi.

"Jadi nanti aturannya lengkap, terkait dengan operasional serta bisnis penerbangannya dan juga terkait dengan industri pesawatnya. Selama ini, kita masih memakai aturan-aturan dan kriteria yang dikembangkan oleh tiap produsen pesawat tersebut. Peraturan baru ini nantinya akan menjadi jaminan bagi operator untuk pengoperasian pesawat-pesawat amfibi di Indonesia dengan selamat, aman, dan nyaman," lanjutnya.

Ia mengharapkan aturan ini terwujud secepatnya sehingga seaplane bisa menjadi transportasi massal di Indonesia. Dan tentunya mendukung konsep nomadic tourism yang dikembangkan Kementerian Pariwisata.

"Dan diharapkan angkutan amfibi ini bisa lebih menunjang pariwisata. Serta membuka keterisolasian daerah dan pulau-pulau terpencil yang tidak mempunyai bandar udara.  Dengan demikian harga tiketnya menjadi lebih murah serta bisa dinikmati lebih banyak masyarakat terutama yang di pedalaman," ujarnya.

Seperti diberitakan, Kemenpar sedang menyiapkan nomadic tourism di empat destinasi prioritas, yaitu Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika dan Borobudur.

Menurut Menpar Arief Yahya, salah satu sifat pariwisata jenis ini ialah sarana amenitas atau akomodasinya bisa dipindah-pindah.

"Tren wisatawan mengalami perubahan. Salah satunya dengan nomadic tourism. Di sini, wisatawan selalu berpindah. Dan kita harus mengikuti itu," tuturnya. (RO/OL-1

 

Sumber : Media Indonesia