(0362)21342
disparbuleleng@yahoo.com
Dinas Pariwisata

Di Pegayaman kita dapati kebudayaan Islasm dalam bentuk yang lain.

Admin dispar | 20 November 2016 | 1898 kali

Balipost |  Burdah Pegayaman, Musik Nyamo Selam ''yang 
Bali'' 
 
Dari Ziarah Maulid ke Pedalaman Bali Utara... 
 
SEKELOMPOK laki-laki berpakaian adat Bali 
duduk bersila membentuk posisi setengah lingkaran sedang asyik 
memainkan musik rebana sambil mengumandangkan syair-syair madah 
(pujian) pada Nabi Muhammad. Alunan rebana terdengar bertalu-talu 
berselang-seling dengan lantunan syair dari para penabuh, bersahut- 
sahutan, timpal-menimpal, dengan irama bervariasi, membuat sajian 
kesenian tradisional-riligius tersebut terkesan sakral, indah, 
syahdu menyentuh kalbu. 
 
Itulah kesenian burdah Pegayaman, Buleleng, 
yang bisa disaksikan setiap saat, terutama pada bulan Maulid seperti 
sekarang ini. Bulan Maulid (bukan kelahiran Nabi Muhammad) oleh 
masyarakat muslim di pedalaman Bali Utara tersebut dipandang sebagai 
bulan istimewa. Maulid Nabi hampir tak pernah terlewatkan 
diperingati oleh masyarakat Pegayaman baik lewat ritual syariat 
maupun pergelaran kesenian kerohanian seperti burdah yang menarik 
dan sakral tersebut. 
 
Burdah adalah kesenian tradisional Islam 
yang memadukan unsur seni tabuh rebana (musik terbang yang terbuat 
dari kayu bundar dan kulit lembu) dengan syair-syair pujian pada 
Nabi Muhammad. Syair tersebut ditulis oleh Syarafuddin Abu Abdullah 
Muhammad bin Said Al-Busiri (Imam Busiri: 1213-1297 M), seorang 
penyair besar dan ulama sufi kelahiran Mesir yang menetap di Barbar, 
Afrika Utara. Sebuah syair madah yang dinilai paling indah dan 
tersohor, dikumandangkan kalangan Islam di seluruh dunia, termasuk 
di Indonesia. Bahkan di Bali yang mayoritas penduduknya beragama 
Hindu, juga ada kesenian burdah, antara lain di Pegayaman 
(Buleleng), di Loloan (Jembrana), dan di Kepaon (Denpasar). Burdah 
dikumandangkan masyarakat Muslim dalam berbagai kesempatan, misalnya 
saat menyambut kelahiran bayi, acara khitanan, atau hajatan lainnya; 
yang paling sering dikumandangkan pada peringatan Maulid Nabi. 
 
Arti kata burdah sendiri adalah mantel atau 
kain tebal (wol/ pakaian hangat). Konon Nabi Muhammad pernah 
memberikan hadiah mantel (burdah) kepada Ka'ab bin Zuhair (penyair 
terkenal dari Mekah yang memusuhi dan sering melecehkan Nabi 
Muhammad lewat syair-syairnya yang bernada mengejek). Setelah masa 
penaklukan Mekah oleh Nabi Muhammad, penyair tersebut bukanlah 
dihukum melainkan diampuni, bahkan dia diberi hadiah mantel. 
 
Syair madah tersebut aslinya berjudul ''Al- 
Kawakib ad-Durriyah'' (Bintang-bintang Gemerlapan). Konon saat Imam 
Busiri sedang menderita lumpuh (stroke), ia bermimpi bertemu Nabi 
Muhammad (Rasulullah) dan diberi mantel seperti yang diberikan 
Rasulullah kepada 'Ka'ab bin Zuhair. Imam Busiri sangat terkejut 
atas mimpi tersebut, hingga terperanjat dan meloncat dari tempat 
tidur. Seketika itu penyakit lumpuh Imam Busiri sembuh. Ia sangat 
terharu atas peristiwa itu, dan secara spontan meluncurlah kalimat- 
kalimat indah berupa pujian terhadap Nabi, sehingga jadilah syair 
madah tersebut. Sebuah syair panjang dan indah, terdiri dari 160 
bait, yang dalam perkembangannya selanjutnya banyak mengilhami syair- 
syair madah lainnya seperti ''Kasyfu Ghummah'' karya Al- 
Barudi, ''Nahjul Burdah'' karya Ahmad Syauqi, hingga ''al-Maulid an- 
Nabawi'' (yang lebih terkenal dengan sebutan ''A-Barzanji'') karya 
Ja'far Al-Barzanji, yang juga sangat populer dan sering 
dikumandangkan umat Islam. 
 
Karena syair madah ''Al-Kawakib ad- 
Durriyah'' karya Imam Busiri tersebut terilhami kisah burdah, maka 
dalam perkembangan selanjutnya lebih terkenal dengan nama burdah. 
Tidak hanya syair yang dilantunkan dan bentuk pertunjukannya saja 
yang disebut burdah, bahkan alat musiknya (rebana/ terbang) pun 
dikenal dengan nama burdah. Lantaran keindahan, kedalaman makna, 
serta nilai-nilai universalitasnya, syair tersebut bisa dimainkan 
dalam berbagai gaya dan versi sesuai budaya-tradisi yang berkembang 
di daerah burdah dimainkan. Sehingga masing-masing komunitas muslim 
yang memiliki seni burdah punya ciri dan gaya burdah yang berbeda. 
Burdah Pegayaman, contohnya, berbeda dengan burdah Loloan maupun 
burdah Kepaon, meski sama-sama berada di wilayah Bali. Burdah 
Pegayaman nampak ''lebih Bali'', bahkan ''sangat Bali'', karena 
kesenian Islam tersebut diadaptasi dengan budaya Bali. Para 
penabuh/pelantun burdah Pegayaman berpakaian adat Bali, juga dengan 
lantunan syair berlogat Bali, serta irama lagu bernuansa Bali. 
Burdah Pegayaman juga dilengkapi dengan tarian pencak silat kuno 
(bentuk lain dari tarian sakral tharikal sufi) yang ''bergaya 
Bali'', sebuah kesenian tradisional riligius-sufistik yang unik, 
menarik, sakral dan magis. 
 
Burdah Pegayaman dan keberadaan kaum Muslim 
Pegayaman memang menjadi fenomena menarik. Desa tua di pedalaman 
Bali Utara itu penduduknya beragama Islam, menjalankan syariat 
sebagaimana umat Islam pada umumnya. Hanya muslim Pegayaman punya 
warna dan pola hidup yang ''sangat Bali''. Kegiatan ritual keagamaan 
seperti pengajian dan khurbah Jumat, misalnya, disampaikan dengan 
bahasa Bali halus. Nama-nama penduduk Pegayaman juga menggunakan 
perpaduan antara nama-nama yang bernuansa Islam dan Bali seperti 
Wayan Syahdan, Wayan Syamsul Bahri, Ketut Syahruwardi Abbas, Ketut 
Siti Aisyah, dan sebagainya. Di sana juga dijumpai sistem kehidupan 
banjar, subak, sekaa manyi, sekaa hadrah, sekaa burdah, juga acara- 
acara tradisional religius yang dikemas mirip budaya-tradisi Bali: 
semisalnya manis Lebaran, penampahan, dan simbol-simbol budaya Bali 
lainnya. Peringatan hari-hari besar Islam seperti Isra' Mi'raj, 
Nuzulul Qur'an, terutama Maulid Nabi yang dirayakan secara meriah 
dan sarat dengan nuansa Balinya. 
 
Di Pegayaman kita dapati kebudayaan Islam 
dalam bentuk yang lain, Islam yang Bali atau Bali yang Islam (Islam 
yang membumi). Nampaknya kaum muslim di Pegayaman menyadari 
pentingnya membangun kehidupan yang harmonis antara komunitasnya 
dengan komunitas lain, antara kebudayaannya dengan kebudayaan lain, 
antara manusia dan alam sekitar: ''di mana bumi dipijak di situ 
langit dijunjung'', desa kala patra, untuk menjalankan amanat 
kehidupan, mewujudkan keselarasan, keselamatan, dan memakmurkan 
kehidupan, karena alam dan kehidupan adalah rahmat Tuhan yang harus 
dijaga dengan penuh amanat. Artinya, kaum muslim di Pegayaman telah 
merealisasikan ajaran dan meneladani Nabi Muhammad sebagai Rahmatan 
Lil-Alamin (rahmat bagi seluruh alam). 
 
Kesenian burdah merupakan salah satu contoh 
dari kebudayaan riligius yang tumbuh dan hidup di Pegayaman, sebuah 
kekayaan budaya yang patut dilestarikan dan dijadikan renungan- 
pelajaran bagi semua, terutama buat kaum muslim yang pada bulan 
Maulid ini sedang memperingati kelahiran Nabi Muhammad yang dalam 
hidupnya banyak memberi teladan baik, termasuk dalam menjaga 
kehidupan yang harmonis bersama umat lain. 
 
 
 
Nuryana Asmaudi SA 
InTenS-Beh, Denpasar Utara 
Download disini