Pariwisata dewasa ini kian berkembang sangat pesat, bagaimana tidak sektor pariwisata bahkan menjadi penyumbang devisa terbesar ketiga setelah COP dan batu bara di Indonesia. Sektor pariwisata mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, mulai dari membuka lapangan kerja baru, mendorong sektor UMKM dan meningkatkan pendapatan asli daerah. Semakin berkembangnya pariwisata juga membutuhkan inovasi – inovasi baru baik dari pengembangan daya tarik wisata, atraksi wisata dan aktivitas wisata sehingga wisatawan yang datang ke destinasi kita tidak merasa bosan.
Saat ini sedang trend wisata alternatif yakni rural tourism, mengkutip dari detik.com rural tourism adalah jenis aktivitas wisata di mana pengunjungnya mendapatkan pengalaman terkait berbagai produk yang dihasilkan dari aktivitas berbasis alam, pertanian, gaya hidup dan budaya pedesaan. Jadi rural tourism ini hadir sebagai wisata alternatif yang mengusung inovasi baru sehingga banyak diminati oleh wisatawan khususnya wisatawan mancanegara. Kabupaten Buleleng adalah salah satu kabupaten yang terletak di bali utara dengan berbagai potensi wisatanya, bahkan saat ini kabupaten buleleng memiliki 75 desa yang memiliki ciri khas tersendiri. Saat ini 75 desa di Kabupaten Buleleng ini terus dikembangkan dan digali potensi wisatanya agar dapat bersaing dan meningkatkan tingkat kunjungan wisata ke desanya.
Lalu bagaimana pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Buleleng? Konsep pengembangan desa wisata yang dapat diterapkan merujuk pada unsur 3A dalam pariwisata dan keterlibatan masyarakat (community involvement) yaitu Aktraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas (Wiyati, 2021). Sedangkan pedoman dari pengembangan wisata ada 2 menurut Wiyati (2021) antara lain 1) Pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustanaible tourism development), dan 2) Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism).
Community based tourism merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pariwisata. Menurut Tasci dkk, dalam (Giampiccoli & Saayman 2018) menyebutkan, CBT adalah sebuah pariwisata yang direncanakan, dikembangkan, dan dikelola oleh masyarakat untuk masyarakat, dipimpin dengan tanggung jawab, akses, kepemilikan dan manfaat. Selain itu, Community Bassed Tourism dapat membantu menyadarkan masyarakat lokal terhadap potensi di daerahnya dan para wisatawan lebih menghargai kehidupan pada masyarakat lokal (Febriandhika & Kurniawan, 2019). Suanri dalam (Juardi et al, 2020) mengemukakan beberapa prinsip yang harus dipegang teguh dalam pelaksanaan community based tourism. Prinsip tersebut antara lain:
1. Mengakui dan mendukung serta mengembangkan masyarakat lokal dalam industri pariwisata.
2. Mengikutsertakan anggota masyarakat lokal dalam memulai setiap aspek
3. Mengembangkan kebanggaan masyarakat lokal
4. Mengembangkan kualitas hidup masyarakat lokal
5. Menjamin keberlanjutan lingkungan.
6. Mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal
7. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada masyarakat lokal
8. Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia.
9. Mendistribusikan keuntungan secara adil pada masyarkat lokal
10. Berperan dalam menentukan prosentase pendapatan
Beberapa poin pentingnya adalah partisipasi masyarakat selalu dilibatkan pada saat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Masyarakat selalu diundang ke dalam rapat pengelola wisata. Dalam hal pelaksanaan dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk mengelola aktivitas wisata. Begitu pun saat tahap evaluasi kehadiran dari anggota maupun masyarakat yang aktif memberikan ide, saran dan masukan demi kebaikan dan keberlanjutan wisata sangat penting. Dalam pengelolaan desa wisata seharusnya masyarakat lokal diperbolehkan untuk ikut serta berpartisipasi seperti menyediakan lahan parkir, local guide, warung – warung kuliner, penjaga tiket atau penyedia layanan informasi, dan masih banyak lagi bentuk-bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan dalam penyelenggaraan kegiatan pariwisata di daerah/desanya.